Skip to main content

Hermus Indou dari Penggembala Sapi Menjadi Bupati

Tak ada yang menduga ketika seorang penggembala sapi bahkan pembantu penjual pisang goreng dan penjual es lilin di sekolah, kini menjadi seorang Bupati? Ya, dialah Hermus Indou, yang saat ini menjadi Bupati Kabupaten Manokwari periode 2021-2024.  “Saat masih kecil dulu, saya menjadi penggembala sapi, juga menjadi tukang pegang termos air panas dari penjual pisang goreng yang menjual es lilin di SMP Negeri Warmare,” cerita Bupati Manokwari, Hermus Indou tentang masa kecilnya.  Tak hanya itu, ketika duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Manokwari, Hermus Indou menjadi pesuruh dari teman-teman sekolahnya untuk membeli sesuatu di luar sekolah. “Saya biasa disuruh teman-teman untuk beli pisang goreng. Setelah beli pisang goreng itu, saya juga dapat jatah, sehingga bisa makan pisang goreng juga,” kenangnya. Hal ini dilakukan Hermus Indou muda, agar dirinya tidak kelaparan di sekolah. Karena pada masa itu, adalah masa-masa yang sangat sulit baginya untuk mendapatkan uang, apala

Jangan Sampai “Paitua di Atas” Marah “ - Sebuah Pelajaran dari Malaumkarta


Sorong,- Kalimat “Paitua di Atas” berulang kali diucapkan Keliopas Kalami, pemuda asli suku Moi yang mendiami Kampung Malaumkarta.

“ Kalau barang itu Pendeta sudah berdoa, baru ko langgar, berarti nanti ko berurusan dengan Paitua di Atas,” seperti itulah kira-kira cuplikan singkat dari beberapa pernyataan Keliopas Kalami, saat diskusi bersama sejumlah pejabat dari Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat dan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Papua Barat saat mengikuti Fieldtrip Econusa, di Pantai Malaumkarta,Sabtu(20/3/2021).

Kalimat “Paitua di Atas” merupakan istilah yang umum dipakai warga setempat untuk merujuk kepada Tuhan Allah di Sorga (Kepercayaan Iman Kristen). Jadi ketika ada warga setempat yang mengalami sakit bahkan sampai meninggal, dipercayai sebagai bagian dari kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa/Tuhan Allah di Sorga/ Paitua di Atas.


Artinya siapa saja yang merusak alam ciptaan Tuhan, dipercaya akan menerima sanksi dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Bahkan apa yang sudah didoakan oleh seorang Pendeta, dinilai memiliki konsekuensi yang tinggi apabila dilanggar. Sehingga jangan heran, ketika orang se-Malaumkarta Raya begitu mencintai alamnya dan percaya itu adalah anugerah dari Paitua di Atas yang harus mereka kelola dengan baik dan mengembalikan ucapan syukur itu kembali untuk Paitua di Atas.

Dalam pertemuan bersama sejumlah Pemuda Malaumkarta yang difasilitasi oleh Yayasan Econusa ini, Keliopas Kalami menjelaskan, bahwa tradisi sasi atau egek yang dilakukan di Malaumkarta sudah didoakan oleh Pendeta. Karena itu, ketika ada warga setempat yang mecoba melawan aturan itu dengan mencuri dan melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur, maka diyakini pelanggar itu akan menghadapi murka Allah,berupa sakit bahkan meninggal dunia.  


Sasi merupakan larangan pemanfaatan atau pengambilan sesuatu dari alam dalam jangka waktu yang ditetapkan baik di darat maupun di laut. Sasi diterapkan oleh masyarakat adat yang tinggal di hampir seluruh Pulau Papua untuk menjaga sumberdaya alam mereka secara tradisional, termasuk di Malaumkarta Distrik Makbon Kabupaten Sorong, Papua Barat.

Sasi bagi masyarakat Suku Moi di Kampung Malaumkarta disebut sebagai Egek yang merupakan suatu adat dan budaya yang dilakukan secara turun temurun oleh suku tersebut untuk menjaga sumberdaya alam wilayah mereka khususnya jenis-jenis ikan. Adapun jenis yang di Egek adalah Lobster, Lola, Penyu dan Teripang. Selain jenis-jenis ikan, alat tangkap juga masuk dalam Egek ini, seperti jaring, bom, potasium dan alat penangkapan ikan lainnya yang merusak lingkungan laut (destructive fishing). “ Kalau mancing tidak masalah, asal jangan buang jaring,” tambah pemuda lainnya.

Egek adalah suatu larangan terhadap wilayah zona inti dalam wilayah Tanah Adat Marga pada hukum adat suku Moi. Egek dilaksanakan secara rutin setiap tahunnya oleh masyarakat Kampung Malaumkarta untuk wilayah laut mereka. Egek dilaksanakan dengan dua sistem yaitu tutup Egek dan buka Egek.


Tutup Egek dilaksanakan dalam jangka waktu satu tahun lamanya. Pada saat dilakukan tutup Egek, masyarakat setempat diperbolehkan menangkap ikan di wilayah Egek hanya dengan menggunakan nilon (longline) dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Setelah tutup Egek ini, buka Egek akan dilaksanakan.

Setiap pelaksanaan tutup maupun buka Egek selalu dilaksanakan melalui upacara adat. Awalnya Egek dilaksanakan oleh masyarakat untuk menjaga sagu di sungai agar tetap lestari kemudian setelahnya dilakukan Egek di laut khusus untuk jenis Lobster saja. Seiring berjalannya waktu jenis Teripang, Lola dan Penyu juga dimasukkan kedalam jenis yang di-Egek beserta alat tangkap seperti jaring, potassium, dan bom.

Sejak tahun 1994, hasil Egek diserahkan ke gereja untuk pembangunan gereja dan pembangunan pastori (rumah pendeta). Selain itu semua hasil dari buka Egek diserahkan sepenuhnya ke pihak Gereja untuk dikelola.

Pelaksaan Ritual adat untuk buka Egek yang dilaksanakan oleh anak-anak adat dari perwakilan masing-masing marga (nama keluarga) yang ada di kampung ini. Marga-marga tersebut adalah Mubalen, Magablu, Malasamuk, Kalami, Sapisa, Su, Salamala, dan Do. Anak-anak adat ini memakai kain adat di leher dan berdiri menghadap ke semacam persembahan yang telah disiapkan yang terdiri dari janur, nasi kuning, nasi putih, pinang, kapur, dan sirih. Kemudian beberapa perempuan dari anak-anak adat menggantungkan kain adat di atasnya persembahan tersebut. Setelah selesai menggantungkan kain adat, persembahan kemudian dibawa menuju laut untuk dihanyutkan seiring doa kepada Yang Kuasa dalam bahasa Moi.


Maksud dari ritual ini adalah agar pada saat masyarakat melakukan penangkapan dapat memperoleh hasil yang melimpah dan juga tidak mengalami gangguan atau hambatan hingga dilakukan tutup Egek nantinya. Pada bagian akhir, ketika semua ritual buka Egek dilaksanakan maka kemudian ditutup dengan doa yang dipimpin langsung oleh Pendeta Jemaat GKI Silo Malaumkarta.

Salah satu pemuda Malaumkarta, Robert Kalami menambahkan, Sasi atau Egek adalah sistem konservasi tradisional yang dipraktekan oleh masyarakat di Malaumkarta Raya. Bukan saja di laut, tapi di darat juga demikian.  “Saat ini kami lagi dorong untuk membuat peraturan bersama lima kampung di Malaumkarta Raya (Kampung Mibi, Malaumkarta, Suatut, Suatolo dan Malagufuk). Intinya peraturan ini diharapkan dapat mengakomodir aspek pengelolaan sumber daya alam, peningkatan ekonomi, peningkatan pendidikan, kesehatan dan infrastruktur yang baik untuk masa depan generasi Malaumkarta Raya,” tandasnya.

Robert yang juga lulusan Universitas Yapis Jayapura ini berharap melalui kerjasama dengan Econusa atau pihak lainnya, dapat terus membekali anak-anak muda di kampung ini dengan ilmu pengetahuan dan kapasitas pengetahuan lainnya seperti kemampuan menulis, membuat video dan lainnya sehingga bisa mempromosikan Malaumkarta lebih luas dan lebih baik lagi untuk menjadi daerah tujuan wisata. Agar ekonomi di daerah ini dapat terus tumbuh dengan baik dari waktu ke waktu.

Sekadar diketahui, waktu tempuh dari Kota Sorong ke Malaumkarta kurang lebih 1 jam 30 menit, menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Kampung ini juga sangat terkenal dengan Pulau Um-nya, yang menjadi tempat singgah ribuan kelelawar. Pantainya yang indah, bersih, tenang dan berpasir halus menjadi tempat yang layak untuk dikunjungi wisatawan. Di pantai Malaumkarta juga telah dibangun sejumlah fasilitas seperti toko dan beberapa toilet, namun belum digunakan. Diharapkan semua yang sudah dibangun itu dapat dimanfaatkan, sehingga ekonomi warga setempat bisa tumbuh dengan baik.

Melalui kelompok pemuda di kampung ini, juga sedang didorong percepatan perhutanan sosial dalam skema hutan adat atau hutan desa. Sejumlah upaya telah dilakukan, baik itu pemetaan marga hingga identifikasi potensi. Diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama, Malaumkarta bisa ditetapkan sebagai Hutan Adat atau Hutan Desa - tergantung persyaratan yang mampu dipenuhi dalam skema perhutanan social. (ab)

Comments

Popular posts from this blog

Yang Tercecer Dari Pameran Pariwisata Internasional di Berlin- Jerman ( Bagian-4/ Habis)

Penjabat Gubernur Provinsi Papua,DR.Drs.Syamsul Arif Rivai,MS   Pada hari ketiga berlangsungnya pameran ITB Berlin, stand Papua yang dikelola oleh Dr.Werner mendapat kunjungan istimewa dari Penjabat Gubernur Provinsi Papua, Dr.Drs. Syamsul Arif Rivai,MS, beserta rombongan dari Pemerintah Provinsi Papua. Apa tanggapan penjabat Gubernur Papua ini setelah melihat stand Papua pada pameran di ITB Berlin? Laporan : Alberth Yomo Ketika Penjabat Gubernur Provinsi Papua ini tiba di Berlin, rombongan penari dari pegunungan Bintang serta rombongan dari Sarmi terlebih dahulu sudah meninggalkan Berlin menuju Denhaag, Belanda, sehingga penjabat Gubernur tidak sempat melihat secara langsung tarian dari Pegunungan Bintang. Meski demikian, tanpa mengurangi rasa hormat kepada Gubernur Papua dan rombongan di lokasi pameran, anak-anak Papua yang sekolah di Jerman mempersembahkan tarian Yospan, yang disaksikan pengunjung pameran dan tamu kehormatan di Stand Papua, yakni Penjabat Gubernur Provinsi Pap

Bupati Sarmi Desak Digelarnya Musdalub KNPI Sarmi

Mesak Manibor Sarmi- Bupati Kabupaten Sarmi,Drs.Mesak Manibor,MMT dengan tegas meminta kepada pengurus KNPI Kabupaten Sarmi agar segera menggelar Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) dalam rangka pembentukan pengurus dan ketua KNPI Kabupaten Sarmi yang baru, karena kepengurusan lama dinilai telah berjalan dijalur yang salah, bahkan dengan nyata-nyata telah melanggar anggaran dasar dan anggaran rumah tangga(AD/ART) serta aturan organisasi yang berlaku. "Bagaimana seorang Bupati bisa menjabat sebagai ketua   KNPI, bahkan lebih arogan lagi, menjadi Bupati di wilayah Pemerintahan lain, dan disaat yang sama menjadi Ketua KNPI di wilayah Pemerintahan yang lain,"jelasnya. Karena itu, Bupati Kabupaten Sarmi ini juga minta kepada KNPI Provinsi Papua untuk segera mengambil langkah  mengatasi persoalan ini  secara tegas sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga(AD/ART) organisasi. "Sebagai mantan pengurus KNPI Provinsi Papua saya prihatin melihat

Tampil Pada Iven Internasional, Dampaknya Besar Bagi Pembangunan Papua

Penjabat Gubernur Provinsi Papua,DR.Drs. Syamsul Arief Rivai,MS  , ketika menyaksikan tarian Yospan yang ditampilkan anak-anak Papua di pameran Pariwisata Internasional ITB Berlin Berlin- Menampilkan budaya dan potensi alam Papua di Ivent Internasional mempunyai pengaruh dan dampak yang sangat besar untuk pembangunan Papua ke depan. Demikian diungkapkan  Penjabat Gubernur Provinsi Papua,DR.Drs. Syamsul Arief Rivai,MS usai menyaksikan tarian Yospan yang ditampilkan mahasiswa-mahasiswa Papua pada  pameran Pariwisata Internasional ITB Berlin,di Messe Berlin, Jerman, Sabtu(10/3). “ Bukan saja untuk orang Papua, tetapi menunjukkan kepada dunia, bahwa salah satu Provinsi di Indonesia yaitu Provinsi Papua mempunyai sumber daya budaya yang teramat sangat besar dan itu yang akan kita jadikan sebagai entry point dalam rangka membangun karakter anak-anak Papua agar bisa menjadi harapan Papua di masa yang akan datang,” tandas Penjabat Gubernur Provinsi Papua ini. Kata Gubernur, bahwa dalam